Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang muncul di Pulau Jawa pada akhir abad ke-15 Masehi. Terletak di wilayah strategis di pantai utara Jawa Tengah, Demak memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam serta penurunan Kerajaan Majapahit.
I. Awal Munculnya dan Pendirian Kesultanan Demak
Sebelum Kesultanan Demak didirikan, daerah ini merupakan kadipaten yang
berada di bawah kekuasaan Majapahit. Dengan posisinya di jalur perdagangan,
Demak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan dan pusat penyebaran Islam.
1. Peran Walisongo dan Raden Patah:
Islamisasi di pantai utara Jawa banyak dilakukan oleh Walisongo,
sekelompok ulama terkenal. Salah satu tokoh kunci adalah Sunan Ampel, yang
mempunyai murid dan menantu bernama Raden Patah. Raden Patah, yang dianggap
sebagai keturunan Raja Brawijaya V dari Majapahit (meskipun hal ini masih
menjadi bahan perdebatan di kalangan sejarawan), menjabat sebagai Adipati
Demak.
2. Memisahkan Diri dari Majapahit:
Dengan melemahnya Majapahit dan semakin kuatnya pengaruh Islam di
pantai, Raden Patah menyatakan kemerdekaan Demak dari Majapahit. Tahun yang
paling umum dijadikan rujukan untuk pendirian adalah 1478 M, walaupun ada yang
menyebutkan 1475 M. Pada tahun inilah Raden Patah dilantik sebagai raja pertama
Demak dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar Al-Fatah.
3. Simbolisasi Pendirian Demak:
Berdirinya Demak sering kali diasosiasikan dengan peristiwa
"Candrasengkala Geni Mati Sinenggak Jati" (api yang mati dibuang oleh
kayu jati) yang menunjukkan tahun 1400 Saka atau 1478 M. Kejadian ini diyakini
menandai runtuhnya Majapahit dan kebangkitan Demak.
II. Masa Keberhasilan Kesultanan Demak
Kesultanan Demak mencapai puncak kejayaan dan pengaruh di bawah
pemerintahan para raja berikut.
1. Masa Pemerintahan Raden Patah (1478-1518 M):
• Demak sebagai Pusat Islam: Raden Patah menjadikan Demak sebagai tempat
penting untuk penyebaran Islam di Jawa. Ia membangun Masjid Agung Demak, yang
menjadi lambang kekuatan dan keagamaan kesultanan. Masjid itu memiliki
arsitektur unik dengan soko guru (tiang utama) dari tatal kayu, diyakini hasil
karya Walisongo.
• Pengembangan Wilayah Pertama: Pada waktu itu, Demak mulai memperluas
pengaruhnya ke daerah pesisir lainnya di Jawa, seperti Jepara, Tuban, dan
Gresik.
2. Masa Pemerintahan Adipati Unus (1518-1521 M):
• Dikenal sebagai "Pangeran Sabrang Lor" karena keberaniannya
dalam memimpin serangan militer melawan Portugis di Malaka pada tahun 1511-1512
M. meski gagal mengambil Malaka, serangan ini menunjukkan keberanian dan ambisi
Demak dalam menghadapi kekuatan Eropa.
• Meskipun masa pemerintahannya sebentar, dia menampilkan visi Demak
sebagai kekuatan laut yang ingin mengendalikan jalur perdagangan.
3. Masa Pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546 M):
• Ini merupakan masa kejayaan bagi Kesultanan Demak. Sultan Trenggono
berhasil memperluas wilayah Demak secara signifikan.
• Penaklukan Sunda Kelapa (1527 M): Dipimpin oleh Fatahillah (jenderal
perang Demak), Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa dari Portugis dan Kerajaan
Pajajaran. Nama Sunda Kelapa kemudian diubah menjadi Jayakarta (yang berarti
"kemenangan sempurna"), yang menjadi cikal bakal Kota Jakarta.
• Penaklukan Cirebon dan Banten: Fatahillah juga berperan dalam
penyebaran Islam dan memperkuat pengaruh Islam di Cirebon dan Banten, meskipun
Banten akhirnya berkembang menjadi kesultanan mandiri di bawah Maulana
Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati).
• Penaklukan di Jawa Timur: Sultan Trenggono sukses menaklukkan beberapa
wilayah di Jawa Timur, antara lain Tuban, Madiun, Surabaya, Pasuruan, dan
Malang. Ini menegaskan dominasi Demak di sebagian besar Pulau Jawa.
• Penguatan Ekonomi: Dengan kontrol atas pelabuhan-pelabuhan utama,
Demak mengendalikan rute perdagangan rempah-rempah dan barang-barang lainnya,
sehingga menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh di kawasan Nusantara.
III. Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
•
Ekonomi: Demak memiliki ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh perdagangan laut
karena posisinya yang strategis di rute perdagangan rempah-rempah. Selain itu,
pertanian juga berkembang di daerah pedalaman yang subur.
•
Agama: Agama resmi yang menjadi dasar hukum bagi kesultanan adalah Islam. Demak
berperan sebagai pusat aktif dalam penyebaran Islam, dengan para Walisongo yang
memainkan peran besar dalam mendidik ulama dan mengenalkan ajaran Islam kepada
masyarakat luas.
•
Pemerintahan: Demak menganut sistem pemerintahan Kesultanan Islam, menggantikan
sistem kerajaan Hindu sebelumnya. Sultan memiliki kekuasaan tertinggi dan
didukung oleh patih serta ulama.
•
Seni dan Budaya: Masjid Agung Demak merupakan contoh arsitektur Islam yang khas
pada masa itu. Selain itu, seni ukir dan kaligrafi juga berkembang pesat.
Penyebaran Islam dilakukan melalui berbagai media, termasuk wayang dan seni
pertunjukan lain yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
IV.
Masa Kemunduran dan Keruntuhan
Kemunduran
Kesultanan Demak dimulai setelah Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 M.
1.
Perang Saudara (Perang Rebutan Takhta):
•
Setelah Sultan Trenggono meninggal dalam misi militer di Panarukan, terjadi
konflik perebutan tahta antara Sunan Prawata (anak Sultan Trenggono) dan Arya
Penangsang (keponakan Sultan Trenggono, Adipati Jipang).
•
Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawata dan mengambil alih kekuasaan di
Demak. Namun, banyak adipati yang tidak mendukung kekuasaannya.
•
Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono, Adipati Pajang) kemudian memimpin
perlawanan terhadap Arya Penangsang, dengan dukungan dari Walisongo dan adipati
lainnya, seperti Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Penjawi.
•
Akhirnya, Arya Penangsang tewas dalam pertempuran tersebut.
2.
Pindahnya Pusat Kekuasaan ke Pajang:
•
Usai kemenangan Joko Tingkir, ia tidak mengambil alih tahta di Demak.
Sebaliknya, ia memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang (sekarang dekat Solo,
Jawa Tengah) dan mendirikan Kesultanan Pajang pada tahun 1568 M dengan gelar
Sultan Hadiwijaya.
•
Perpindahan ini menandai berakhirnya Demak sebagai kekuatan utama di Jawa.
Wilayah Demak sendiri kemudian menjadi kadipaten di bawah Pajang.
•
Demak secara resmi dianggap runtuh ketika pusat kekuasaan dialihkan ke Pajang,
meskipun warisan keislaman dan budayanya tetap ada di wilayah tersebut.
V.
Warisan Sejarah Kesultanan Demak
Walaupun
keberadaannya relatif singkat (sekitar 70-90 tahun sebagai kesultanan merdeka),
Demak meninggalkan warisan yang sangat berarti bagi sejarah Indonesia:
•
Penyebar Islam Utama: Demak adalah pelopor dan pusat penyebaran Islam di Jawa,
yang kemudian meluas ke daerah lain di Nusantara.
•
Masjid Agung Demak: Lambang utama kejayaan Demak dan termasuk salah satu masjid
tertua serta bersejarah di Indonesia.
•
Pelopor Perlawanan Terhadap Kolonialisme Eropa: Serangan Adipati Unus ke Malaka
menunjukkan kesadaran awal akan ancaman Eropa serta usaha untuk menghadapinya.
•
Pendirian Kerajaan Islam di Jawa: Demak adalah cikal bakal kerajaan-kerajaan
Islam selanjutnya seperti Pajang dan Mataram Islam.
Kesultanan
Demak merupakan tonggak penting dalam sejarah peradaban Islam di Indonesia,
yang tidak hanya menciptakan kekuatan politik dan ekonomi tetapi juga
menanamkan dasar keagamaan serta budaya yang masih dirasakan hingga kini.
Aspek
Lain tentang Sejarah Kesultanan Demak
Untuk
melanjutkan pembahasan mengenai Kesultanan Demak, mari kita tinjau beberapa
aspek menarik lainnya yang memperdalam pemahaman kita tentang kerajaan Islam
pertama di Jawa ini.
1.
Hubungan dengan Majapahit dan Legitimasi Raden Patah.
Salah
satu hal yang paling menarik dalam sejarah Demak adalah keterkaitannya dengan
Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Secara tradisional, Raden Patah
dianggap sebagai anak dari Raja Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, yang
berasal dari seorang putri Muslim Cina. Jika klaim ini benar, maka Raden Patah
memiliki dua jenis legitimasi:
•
Legitimasi Politik: Sebagai keturunan dari raja Majapahit, ia memiliki hak atas
wilayah Jawa.
•
Legitimasi Religius: Sebagai seorang Muslim yang didukung oleh Walisongo, ia
memimpin suatu era baru bagi Islam di Jawa.
Namun,
ada beberapa sejarawan modern yang meragukan klaim ini dan menganggapnya
sebagai usaha untuk "Islamisasi sejarah" atau "Jawanisasi
Islam", yaitu usaha untuk menyatukan sejarah Islam ke dalam cerita Jawa
yang sudah ada. Apapun kebenarannya, cerita ini sangat penting untuk
menjelaskan peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak dan diterima dengan
baik pada zamannya. Peristiwa "Candrasengkala Geni Mati Sinenggak
Jati" pada tahun 1478 juga sering dipandang sebagai tanda berakhirnya masa
Majapahit dan dimulainya masa Demak.
2. Peran Walisongo dalam Pemerintahan dan Dakwah
Walisongo, yang dikenal sebagai Sembilan Wali, tidak hanya berfungsi
sebagai penyebar agama, tetapi juga berkontribusi secara penting dalam aspek
politik dan sosial di Kesultanan Demak. Mereka menjalankan beberapa peran,
yaitu:
• Penasihat Sultan: Mereka memberikan saran mengenai masalah pemerintah
berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
• Pendukung Politik: Dukungan dari Walisongo memberikan kekuatan moral
dan spiritual kepada kekuasaan sultan.
• Penggagas Sosial dan Budaya: Mereka menyebarkan Islam tidak hanya
dengan kata-kata, tetapi juga melalui penggabungan budaya. Yang paling dikenal
adalah Masjid Agung Demak, yang dibangun dengan kontribusi arsitektural dari
masing-masing wali (seperti soko tatal yang berasal dari Sunan Kalijaga).
Selain itu, mereka memanfaatkan seni pertunjukan seperti wayang kulit untuk
menyampaikan nilai-nilai Islam, serta menggunakan tembang-tembang Jawa,
sehingga memudahkan masyarakat yang bertradisi Hindu-Buddha untuk menerima
Islam.
3. Jaringan Perdagangan Maritim
Sebagai kerajaan yang berdiri di pesisir, Demak sangat bergantung pada
aktivitas perdagangan laut. Penguasaan pelabuhan-pelabuhan penting seperti
Jepara, Tuban, Gresik, dan khususnya Sunda Kelapa (Jayakarta) di bawah
kepemimpinan Sultan Trenggono, memungkinkan Demak mengontrol jalur perdagangan
rempah-rempah yang sangat penting.
• Komoditas Utama: Selain hasil pertanian seperti beras dari daerah
pedalaman, Demak juga menjadi pusat untuk perdagangan rempah-rempah (dari
Maluku), kayu jati (dari Jawa), dan hasil bumi lainnya.
• Jaringan Pelayaran: Kapal-kapal dagang milik Demak melakukan
perjalanan sampai ke Maluku, Sumatra, Kalimantan, bahkan mungkin sampai Malaka
dan wilayah Asia Tenggara lainnya. Ini menunjukkan kekuatan ekonomi dan
angkatan laut Demak pada masa itu.
4. Strategi Militer dan Diplomasi
Demak tidak hanya kuat dalam hal dakwah dan perdagangan, tetapi juga
memiliki kekuatan militer yang harus diperhitungkan.
• Armada Laut: Upaya untuk memperluas wilayah sampai ke Malaka yang
dipimpin oleh Adipati Unus, meskipun gagal, menunjukkan bahwa Demak memiliki
armada laut yang cukup besar dan berani menghadapi kekuatan Portugis.
• Panglima Perang Terkenal: Fatahillah merupakan salah satu panglima
perang yang sangat strategis. Kemenangannya di Sunda Kelapa menjadi bukan hanya
kemenangan militer, tetapi juga kemenangan ideologis yang meneguhkan dominasi
Islam di bagian barat Jawa dan menghentikan jalur Portugis menuju Jawa.
• Hubungan dengan Kerajaan Lain: Demak menjalin kerjasama diplomatik
dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara, seperti Samudra Pasai di
Sumatra, untuk memperkuat jaringan Islam dan menghadapi ancaman dari luar.
5. Jejak Arsitektur dan Kesenian
Kesultanan Demak, selain Masjid Agung yang terkenal, juga memberikan
kontribusi penting pada perkembangan arsitektur Islam di Jawa. Ciri khasnya
adalah atap tumpang (bertumpuk) yang terinspirasi oleh arsitektur Hindu-Buddha,
tetapi dengan ornamen dan fungsi yang sesuai dengan ajaran Islam. Ini
menandakan adanya proses akulturasi yang halus dalam seni bangunan.
Demak juga dianggap sebagai pusat bagi perkembangan seni ukir dan
kaligrafi Islam di Jawa, yang banyak terlihat pada mimbar masjid, pintu, dan
elemen bangunan lainnya. Penggunaan motif flora dan fauna yang disamarkan atau
diadaptasi juga menjadi bagian dari ciri khas seni Islam yang berkembang saat
itu.
Demak, meskipun hanya bertahan selama beberapa tahun sebagai kesultanan
utama, memiliki peran yang sangat penting dalam mendirikan dasar Islam di Jawa,
membangun kekuatan maritim, serta mewariskan budaya dan tradisi yang terus
berlanjut hingga kerajaan-kerajaan Islam Jawa berikutnya seperti Pajang dan
Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar