Kerajaan Samudera Pasai adalah kekuasaan Islam pertama di Indonesia dan merupakan titik penting untuk penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara. Terletak di bagian utara Sumatera yang kini dikenal dengan Aceh Utara, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan Islam pada zamannya.
I. Asal dan
Pendirian
Daerah pesisir
utara Sumatera, terutama di sekitar Selat Malaka, telah menjadi rute
perdagangan maritim yang sibuk sejak lama. Sebelum munculnya Samudera Pasai,
sejumlah komunitas Muslim sudah bermukim di sana karena interaksi dengan
pedagang yang datang dari Arab, Persia, dan India.
1. Proses Awal Islamisasi:
Sejak abad ke-7
Masehi, para pedagang Muslim mulai merapat dan menetap di pantai Sumatera.
Melalui interaksi sosial, pernikahan, dan penyebaran agama, Islam mulai
merasuki masyarakat setempat.
2. Pendirian oleh Marah Silu:
Marah Silu adalah
sosok yang mendirikan Samudera Pasai, yang kemudian memeluk agama Islam dan
dikenal dengan gelar Sultan Malik as-Saleh. Walaupun tanggal pasti pendiriannya
masih diperdebatkan, umumnya dianggap terjadi sekitar tahun 1267 M. Ini
menjadikan kerajaan ini sebagai kerajaan Islam tertua di Indonesia.
3. Lokasi yang Strategis:
Samudera Pasai
berlokasi di muara Sungai Pasai (Sungai Peusangan), yang terletak di jalur
perdagangan internasional penting yang menghubungkan Timur Tengah dengan India
dan Cina. Hal ini membuat Pasai berfungsi sebagai pelabuhan transit yang sangat
ramai.
II. Masa Kejayaan
Pada abad ke-14
Masehi, Kesultanan Samudera Pasai mencapai masa kejayaannya.
1. Pusat Perdagangan Global:
• Komoditas Utama:
Lada, kapur barus, emas, dan sutra adalah produk utama yang diperdagangkan di
Pasai. Selain itu, Pasai berfungsi sebagai pelabuhan perantara untuk
rempah-rempah dari Maluku dan hasil dari hutan di pedalaman Sumatera.
• Mata Uang: Pasai
memiliki dirham (koin emas) sebagai mata uangnya sendiri, yang menunjukkan
kemandirian dalam ekonomi serta pengakuan dari dunia luar. Koin Pasai banyak
ditemukan di daerah-daerah lain di Indonesia dan bahkan negara lain.
• Pelabuhan yang
Ramai: Pedagang dari beraneka ragam bangsa seperti Arab, Persia, India, Cina,
Siam, dan Jawa datang berkunjung ke Pasai, menjadikannya pelabuhan yang sangat
beragam.
2. Pusat Penyebaran dan Pendidikan Islam:
• Peran Ulama:
Pasai menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan santri dari berbagai belahan
dunia. Ilmu-ilmu keislaman seperti fikih, tasawuf, dan tafsir dipelajari serta
dikembangkan di kawasan ini.
• Jalur Penyebaran
Agama: Dari Pasai, Islam menyebar ke berbagai daerah lain di Indonesia, seperti
Malaka, Jawa, dan Sulawesi. Wali Songo di Jawa terhubung dengan para ulama dari
Pasai.
• Sultan yang Taat:
Sultan-sultan Pasai, termasuk Sultan Malik as-Saleh dan Sultan Malik az-Zahir I
(putra dari Malik as-Saleh), dikenal sebagai pemimpin yang religius dan sangat
mendukung penyebaran agama.
3. Hubungan Diplomatik:
• Hubungan dengan
Cina: Catatan dari penjelajah Cina, Laksamana Cheng Ho, yang datang ke Pasai
beberapa kali pada abad ke-15, membuktikan adanya hubungan diplomatik dan
perdagangan yang kuat antara Pasai dan Dinasti Ming.
• Hubungan dengan
India dan Timur Tengah: Pasai juga menjalin hubungan yang dekat dengan berbagai
kesultanan di India dan kerajaan-kerajaan di Timur Tengah, terutama dalam
konteks perdagangan dan pertukaran ulama.
III. Kehidupan
Sosial, Ekonomi, dan Budaya
• Ekonomi:
Keberadaan perdagangan maritim sangat dominan dalam ekonomi. Pajak dari
kapal-kapal dagang menjadi sumber pendapatan utama bagi kerajaan. Meskipun
terdapat aktivitas pertanian, sektor ini tidak sekuat sektor perdagangan.
• Agama: Islam merupakan
agama resmi kerajaan dan diikuti oleh mayoritas masyarakat. Hukum yang
diterapkan adalah hukum Islam (syariah).
• Pemerintahan:
Kesultanan Islam memiliki sultan sebagai pemimpin tertinggi, yang berfungsi
sebagai kepala negara dan tokoh agama.
• Bahasa dan
Sastra: Di kalangan pedagang dan ulama, Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa
utama, yang membantu dalam penyebaran Islam. Karya sastra Islam, seperti
hikayat dan buku agama, mulai ditulis dan dibagikan. Makam sultan Pasai yang
dihiasi dengan kaligrafi yang indah menjadi bukti perkembangan seni dan
tulisan.
IV. Masa Penurunan
dan Keruntuhan
Sementara mengalami
kekuatan, Kesultanan Samudera Pasai mulai mengalami penurunan pada akhir abad
ke-14 dan awal abad ke-15.
1. Pertikaian Internal:
Konflik di dalam
kerajaan dan perebutan kekuasaan di kalangan bangsawan Pasai melemahkan
kerajaan dari dalam. Catatan Marco Polo dan Ibnu Batutah menunjukkan adanya
ketidakstabilan politik saat mereka mengunjungi Pasai.
2. Perubahan Jalur Perdagangan:
Kemunculan Kesultanan
Malaka yang lebih kuat di Semenanjung Malaya pada awal abad ke-15 mulai
mengalihkan jalur perdagangan dari Pasai. Karena lokasinya yang lebih strategis
dan fasilitas yang lebih unggul, banyak pedagang memilih untuk berlabuh di
Malaka.
Pergeseran
perdagangan internasional menuju Selat Malaka yang dikuasai oleh Malaka.
3. Serangan Dari Luar:
Serangan dari
Majapahit: Pada tahun 1377 M, Majapahit menyerang beberapa daerah di Sumatera,
termasuk Pasai, sebagai bagian dari ekspansi Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada
(Sumah Panemoe). Meskipun tidak menghancurkan Pasai sepenuhnya, serangan ini
melemahkan kekuatan politik dan ekonomi kerajaan tersebut.
Invasi Portugis:
Kedatangan Portugis ke Asia Tenggara pada awal abad ke-16 menjadi ancaman
besar. Pada tahun 1521 M, Portugis berhasil menaklukkan Samudera Pasai, yang
merupakan pukulan berat bagi kerajaan ini.
4. Penaklukan oleh Aceh Darussalam:
Setelah kedatangan
Portugis, pada tahun 1524 M, Kesultanan Aceh Darussalam yang baru dibentuk dan
semakin kuat di bawah Sultan Ali Mughayat Syah, menaklukkan Samudera Pasai.
Penaklukan ini secara definitif mengakhiri kedaulatan Samudera Pasai sebagai
kerajaan independen dan mengintegrasikannya ke wilayah Aceh.
V. Warisan Sejarah
Walaupun sudah
runtuh, Samudera Pasai meninggalkan jejak penting dalam sejarah Indonesia:
• Makam Sultan
Malik as-Saleh: Makam raja pertama dan para raja Pasai lainnya menjadi bukti
fisik keberadaan kerajaan ini. Nisan di makamnya memiliki desain khas yang
mempengaruhi nisan-nisan Islam di berbagai pengaruh Nusantara.
• Penemuan Dirham:
Koin emas (dirham) dari Pasai menunjukkan kemajuan ekonominya.
• Warisan Keilmuan
Islam: Tradisi ilmu Islam yang kuat di Aceh tidak bisa dipisahkan dari peranan
Pasai sebagai pusat studi agama. Banyak ulama dari Pasai berkontribusi dalam
penyebaran Islam di daerah lain.
• Pengaruh Bahasa
Melayu: Samudera Pasai juga mempercepat penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua
franca di wilayah tersebut, yang kemudian menjadi dasar bagi Bahasa Indonesia
modern.
Kesultanan Samudera
Pasai merupakan bukti nyata tentang masuknya dan berkembangnya Islam di
Nusantara, tidak hanya melalui dakwah, tetapi juga dengan membangun kekuatan
ekonomi dan politik yang terintegrasi dalam perdagangan global.
Tentu saja, mari
kita eksplor beberapa aspek lain yang menarik dari sejarah Kesultanan Samudera
Pasai untuk melengkapi pembahasan sebelumnya.
Aspek Lain mengenai
Sejarah Kesultanan Samudera Pasai
1. Struktur Pemerintahan dan Tata Kelola
Sebagai kesultanan
Islam, Samudera Pasai memiliki sistem pemerintahan yang terorganisir, meskipun
informasinya tidak selengkap kerajaan-kerajaan berikutnya.
• Sultan: Kepala
negara dan pemimpin tertinggi, yang juga berperan sebagai pemimpin agama
(Khalifah). Sultan dianggap sebagai representasi Tuhan di bumi dan memiliki
otoritas yang kuat.
• Menteri (Perdana
Menteri/Orang Kaya Besar): Membantu sultan dalam menjalankan aktivitas
pemerintahan sehari-hari.
• Syahbandar:
Pejabat penting yang mengurus hal-hal pelabuhan, perdagangan, dan pengawasan
pedagang asing. Mengingat posisi Pasai sebagai pusat perdagangan, kedudukan
syahbandar sangat strategis.
• Qadi (Kepala Mahkamah
Agama): Bertugas pada urusan peradilan berdasarkan hukum syariah (hukum Islam).
Ini mencerminkan bahwa hukum Islam diterapkan secara formal dalam kehidupan di
kerajaan. Panglima Angkatan Laut (Laksamana):
Bertanggung jawab atas perlindungan maritim dan keamanan rute perdagangan.
• Kerajaan Bawahan
(Vassal): Samudera Pasai juga memiliki sejumlah kerajaan bawahan, yang
masing-masing dipimpin oleh sultan, menunjukkan luasnya pengaruh politiknya.
2.
Kebudayaan dan Sastra Islam Awal
Samudera Pasai
bukan hanya dikenal sebagai pusat perdagangan, tetapi juga tempat berkembangnya
budaya dan sastra Islam di Nusantara.
• Bahasa Melayu
sebagai Lingua Franca: Penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi dalam
dakwah dan perdagangan mempercepat penyebaran Islam serta meletakkan dasar bagi
perkembangan Bahasa Melayu Kuno, yang akhirnya menjadi cikal bakal Bahasa
Indonesia modern.
• Karya Sastra
Islam: Walaupun sedikit yang ditemukan utuh, banyak karya sastra Islam, seperti
hikayat dan kitab-kitab religius, diyakini mulai ditulis dan disebarkan dari
Pasai. Salah satu contoh terkenal adalah Hikayat Raja-Raja Pasai, meski naskah
ini ditulis setelah kerajaan runtuh, ia menyediakan banyak informasi (meskipun
bercampur mitos) tentang sejarah awal Pasai.
• Seni Kaligrafi
dan Ukiran: Hal ini terlihat jelas pada nisan makam para sultan dan bangsawan,
yang diukir dengan indah, menampilkan ayat-ayat Al-Qur'an (seperti Ayat Kursi
dan Surat Yasin), kutipan hadis, dan puisi sufi dalam aksara Arab. Desain
arsitektur nisan ini, terutama untuk nisan Sultan Malik as-Saleh, menjadi
contoh bagi nisan-nisan Islam lainnya di seluruh Nusantara.
3.
Peran Strategis sebagai Pelabuhan Entrepot
Istilah
"entrepot" sangat tepat untuk menggambarkan Samudera Pasai. Ini
artinya Pasai berfungsi sebagai pusat pengumpulan dan distribusi barang dari
berbagai daerah untuk kemudian disalurkan kembali.
• Mengumpulkan
Komoditas: Pasai mengumpulkan rempah-rempah (seperti cengkeh, pala) dari
Maluku, lada dan emas dari Sumatera, sutra dari Cina, serta berbagai barang
dari India dan Timur Tengah.
• Distribusi:
Barang-barang ini selanjutnya didistribusikan ke pasar-pasar lain di Asia
Tenggara dan sebaliknya.
• Pendapatan Cukai:
Pajak dan cukai yang dikenakan pada kapal yang berlabuh dan barang yang
diperdagangkan menjadi sumber pendapatan utama bagi kerajaan.
4.
Jejak Arkeologi: Makam dan Mata Uang
• Makam-makam
Kesultanan: Temuan kompleks makam raja-raja Samudera Pasai, terutama makam
Sultan Malik as-Saleh (dari tahun 1297 M) dan Sultanah Nahrasiyah (dengan nisan
yang disebut-sebut diimpor dari Kamboja), adalah bukti fisik yang paling
autentik mengenai keberadaan kerajaan ini. Desain dan kaligrafi pada
nisan-nisan tersebut memberikan petunjuk tentang tingkat perkembangan seni dan
keagamaan pada masa itu.
• Dirham Emas: Koin
emas (dirham) yang dicetak dan digunakan di Pasai adalah pertanda kemajuan
ekonomi dan otonomi politiknya. Koin-koin ini sering kali mencantumkan nama
sultan yang berkuasa serta kalimat syahadat, yang menunjukkan identitas
Islamnya. Penemuan dirham Pasai di berbagai lokasi di Nusantara dan bahkan di
luar negeri mengonfirmasi jangkauan perdagangan yang luas.
5.
Pengaruh Terhadap Kerajaan Islam Lain di Nusantara
Samudera Pasai
tidak hanya menjadi yang pertama, tetapi juga menjadi contoh bagi kerajaan-kerajaan
Islam yang muncul setelahnya di Nusantara, terutama di Jawa dan Malaka.
• Penyebaran Islam
ke Jawa: Banyak sejarawan percaya bahwa proses Islamisasi di Jawa, terutama
melalui Walisongo, memiliki hubungan erat dengan ulama dan pedagang dari Pasai.
Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa Walisongo sering kali belajar atau
berinteraksi dengan ulama yang berasal dari Pasai.
• Sistem
Pemerintahan Islam: Model kesultanan yang diterapkan di Pasai, yang
menggabungkan kekuasaan politik dan agama, menjadi teladan bagi kerajaan Islam
yang muncul kemudian.
• Evolusi Bahasa
Melayu: Pengaruh Pasai dalam menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa untuk
dakwah dan perdagangan sangat penting, mendukung komunikasi antara berbagai
etnis di Nusantara dan membantu penyebaran agama Islam.
Dengan mengetahui
aspek-aspek tambahan ini, kita bisa lebih menghargai betapa kompleks dan
pentingnya Kesultanan Samudera Pasai sebagai pelopor peradaban Islam di
Nusantara, di mana pengaruhnya jauh melampaui wilayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar