Kamis, 19 Juni 2025

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

 Kerajaan Sriwijaya termasuk dalam kerajaan Buddha maritim yang paling besar dan mempengaruhi sepanjang sejarah Nusantara. Terletak di Pulau Sumatra, kerajaan ini berkembang dari abad ketujuh hingga ke-13 Masehi, menguasai rute perdagangan di Selat Malaka dan sekitarnya, serta menjadi pusat penyebaran agama Buddha Mahayana yang sangat berarti di Asia Tenggara.

 

I. Asal Usul dan Pendirian

Tempat dan Masa Awal: Diantara para sejarawan, lokasi tepat kerajaan Sriwijaya masih diperdebatkan. Namun, melalui penemuan prasasti dan dokumen dari luar, diperkirakan pusat awalnya berada di sekitar Palembang, Sumatra Selatan, di tepian Sungai Musi. Kerajaan ini mulai berkembang dengan pesat sekitar pertengahan abad ketujuh Masehi.

Informasi tentang Sriwijaya mayoritas berasal dari:

Prasasti-prasasti dalam bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa seperti Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talang Tuwo (684 M), Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur (686 M), dan Prasasti Karang Brahi. Prasasti ini banyak ditemukan di bagian selatan Sumatra dan pulau-pulau di sekitarnya.

Catatan dari Luar: Khususnya catatan oleh biksu Buddha Tiongkok I-Tsing (abad ketujuh Masehi) yang mengunjungi Sriwijaya dua kali (671 M dan 695 M) dan menyebutkan Sriwijaya sebagai pusat pendidikan agama Buddha. Catatan dari Arab dan India juga memberikan informasi mengenai kemakmuran dan kekuatan maritimnya.

 

II. Masa Emas dan Perluasan (Abad ke-7 hingga ke-11 M)

Era kejayaan Sriwijaya dimulai segera setelah didirikan dan berlangsung berabad-abad, menjadikannya kekuatan utama di wilayah itu.

Raja-Raja Penting:

Dapunta Hyang Sri Jayanasa: Raja yang pertama kali disebut dalam Prasasti Kedukan Bukit (682 M). Ia memimpin misi militer untuk memperluas wilayah Sriwijaya, termasuk menaklukkan daerah di sekitarnya. Prasasti Talang Tuwo (684 M) juga mencatat pembentukan taman sriksetra yang diciptakannya.

Para raja berikutnya meneruskan ekspansi dan memperkuat kekuasaan Sriwijaya.

Kuasa Perdagangan: Sriwijaya mencapai keberhasilan dalam menguasai jalur-jalur perdagangan maritim yang strategis, terutama Selat Malaka dan Selat Sunda. Hal ini memberinya kontrol atas lalu lintas kapal dagang dari India ke Timur Tengah dan Tiongkok.

Sistem Pajak: Sriwijaya memungut pajak dan cukai dari kapal-kapal yang melewati wilayahnya, menjadi sumber kekayaan utama.

Barang Dagangan: Berbagai barang diperdagangkan melalui Sriwijaya, termasuk rempah-rempah (lada, cengkeh), emas, perak, gading, kapur barus, gaharu, serta barang mewah dari Tiongkok (seperti sutra dan keramik) dan India.

Pusat Pembelajaran dan Penyebaran Agama Buddha:

Biksu I-Tsing: Kunjungannya ke Sriwijaya menegaskan bahwa kerajaan ini adalah pusat signifikan untuk mempelajari Buddha Mahayana. I-Tsing bahkan menyarankan para biksu Tiongkok untuk belajar di Sriwijaya sebelum pergi ke India.

Mahaguru Dharmakirti: Guru besar Buddha terkenal yang mengajar di Sriwijaya pada abad ke-11.

Banyaknya Biara dan Vihara: Terdapat banyak biara dan tempat ibadah Buddha di Sriwijaya, menarik pelajar dan biksu dari seluruh Asia.

Perluasan Wilayah: Pengaruh Sriwijaya meluas hingga:

Sebagian besar Sumatra.

Pulau-pulau sekitar Selat Malaka (seperti Bangka dan Belitung).

Sebagian Jawa Barat (dibuktikan dengan Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Bangka, yang mencatat penaklukan Jawa).

Sebagian dari Semenanjung Melayu (sekarang Malaysia dan Thailand selatan).

 

III. Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Ekonomi Maritim: Ekonomi Sriwijaya sangat tergantung pada perdagangan dan pelayaran. Mereka memiliki angkatan laut yang kuat untuk menjaga jalur perdagangan dan melawan perompak.

Masyarakat Kosmopolitan: Sebagai kota dagang global, Sriwijaya memiliki masyarakat yang sangat heterogen, terdiri dari berbagai suku dan pedagang dari negara-negara lain.

Agama Buddha: Agama Buddha Mahayana diakui sebagai agama resmi dan banyak dianut oleh keluarga bangsawan serta masyarakat umum. Sejumlah tempat ibadah Buddha didirikan.

Bahasa Melayu Kuno: Bahasa yang dipakai dalam prasasti di Sriwijaya adalah Bahasa Melayu Kuno, yang berfungsi sebagai lingua franca di kawasan maritim Asia Tenggara. Bahasa ini menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang.

Seni dan Arsitektur: Meskipun di Palembang jarang ditemukan bangunan utuh, keberadaan patung-patung Buddha dan prasasti menunjukkan adanya kemajuan dalam bidang seni ukir dan sastra.

 

IV. Masa Kemunduran dan Keruntuhan (Abad ke-11 hingga ke-13 M)

Sriwijaya mengalami kemunduran secara bertahap karena berbagai faktor dari dalam dan luar.

Serangan dari Dinasti Chola (India):

Di tahun 1025 M, armada laut dari Kerajaan Chola India yang dipimpin oleh Raja Rajendra Chola I menyerang Sriwijaya. Serangan ini menghancurkan beberapa pelabuhan vital dan menyebabkan penurunan dominasi Sriwijaya dalam perdagangan.

Meskipun Sriwijaya sempat bangkit dari serangan itu, serangan-serangan dari Chola terus berlangsung selama abad ke-11, semakin melemahkan kekuatan ekonomi dan maritim wilayah tersebut.

Munculnya Kekuatan Baru:

Kerajaan Melayu Jambi (Dharmasraya): Di kawasan Sumatra, Kerajaan Melayu di Jambi mulai muncul dan secara bertahap mengurangi pengaruh Sriwijaya di area pedalaman dan sungai.

Kerajaan Singasari: Pada abad ke-13, Kerajaan Singasari di Jawa Timur yang dipimpin oleh Raja Kertanegara melakukan Ekspedisi Pamalayu (1275-1292 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu di Sumatra. Meskipun tujuannya adalah Melayu (Dharmasraya), tindakan ini secara tidak langsung mengakhiri sisa-sisa kekuasaan Sriwijaya.

Kerajaan Sukhothai (Thailand): Munculnya kerajaan-kerajaan baru seperti Sukhothai di Semenanjung Melayu juga mengurangi pengaruh Sriwijaya di sana.

Pergeseran Jalur Perdagangan: Perubahan dalam pola perdagangan internasional dan munculnya rute baru mungkin berkontribusi terhadap penurunan pendapatan Sriwijaya.

Faktor Internal: Kemungkinan adanya pertikaian dalam negeri, perebutan kekuasaan, atau manajemen yang kurang baik juga berperan dalam melemahnya Sriwijaya.

Berakhirnya Kekuasaan: Pada akhir abad ke-13 M, setelah serangkaian serangan dan munculnya kekuatan baru, Sriwijaya tidak lagi sebagai kekuatan yang berkuasa. Daerah kekuasaannya terpecah, dan pusat-pusat perdagangan berpindah ke lokasi lain. Secara resmi, keruntuhan Sriwijaya sering dianggap dimulai dengan penaklukan Melayu (Dharmasraya) oleh Singasari, yang kemudian melanjutkan ke Majapahit.

 

V. Peninggalan Sejarah dan Warisan

Walaupun sedikit bangunan monumental yang tersisa, warisan dari Sriwijaya sangatlah signifikan:

Bahasa Melayu Kuno: Salah satu warisan terpenting Sriwijaya adalah sumbangsihnya dalam pengembangan dan penyebaran Bahasa Melayu Kuno, yang menjadi dasar bagi Bahasa Indonesia serta Bahasa Melayu saat ini.

Penyebaran Agama Buddha: Sriwijaya berperan sebagai pusat penting dalam penyebaran agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara, mempengaruhi perkembangan kultur dan spiritualitas kawasan tersebut.

Konsep Negara Maritim: Sriwijaya menunjukkan bahwa kerajaan maritim dapat meraih kekuasaan dan kemakmuran yang besar dengan mengendalikan jalur perdagangan.

Prasasti-prasasti: Meskipun bukan berupa bangunan besar, prasasti dari Sriwijaya merupakan sumber informasi yang berharga mengenai kehidupan, politik, dan agama pada masanya.

Nama "Sriwijaya": Nama ini masih menjadi lambang kejayaan maritim dan kemegahan masa lalu Indonesia.

 

Aspek Lain mengenai Kerajaan Sriwijaya

1. Sistem Pemerintahan dan Pengendalian Wilayah

Sriwijaya bukanlah sebuah kerajaan yang terpusat pada satu lokasi saja. Mereka menerapkan tipe pemerintahan yang disebut "mandala. " Dalam pendekatan mandala ini:

 

Pusat Kekuasaan (Kedatuan/Kadatuan): Sriwijaya memiliki pusat yang kuat (kemungkinan di Palembang), dikenal sebagai kedatuan. Raja (Dapunta Hyang atau Datu) memimpin dari sini.

Wilayah yang Ditaklukkan/Vassal: Daerah-daerah di bawah kekuasaan Sriwijaya tidak selalu dipimpin langsung. Sebaliknya, mereka bisa merupakan kerajaan lokal yang tetap memiliki otonomi internal, tetapi harus mengakui kekuasaan Sriwijaya, memberikan upeti, dan terlibat dalam jaringan perdagangan yang diatur oleh Sriwijaya. Ini merupakan model kekuasaan yang efisien dan dapat mengakomodasi kerajaan maritim yang luas.

Kontrol Jalur Laut: Fokus utama Sriwijaya adalah mengendalikan jalur-jalur laut strategis seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Karimata. Kontrol ini dilakukan bukan hanya melalui kekuatan militer, tetapi juga dengan mendirikan pos-pos perdagangan atau menjalin kerjasama dengan penguasa lokal di sekitar jalur tersebut.

 

2. Kekuatan Laut dan Role Lingkungan Geografis

Kekuatan maritim Sriwijaya sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis dan kemampuannya membangun armada laut yang kuat.

Geografi Sumatera: Pulau Sumatera didukung oleh sejumlah sungai besar yang mengalir ke selat, yang mendukung pengembangan kemampuan pelayaran. Sungai Musi di Palembang menjadi jalur penting yang menghubungkan daerah penghasil barang dengan laut.

Kapal Perang: Prasasti dari Kota Kapur dan Karang Brahi (686 M) menunjukkan adanya sumpah setia kepada raja Sriwijaya dan ancaman kutukan bagi yang berani memberontak. Ini menggambarkan keberadaan armada laut yang kuat dan pasukan darat yang menegakkan kekuasaan di berbagai wilayah. Mereka juga berkontribusi dalam mengatasi perompak di selat, menjadikan jalur perdagangan aman.

 

3. Kehidupan Keagamaan dan Pendidikan Buddha yang Mendalam

Aliran Mahayana: Sriwijaya adalah salah satu pusat utama penyebaran dan pembelajaran Buddha Mahayana, berbeda dengan aliran Theravada yang lebih umum di beberapa bagian Asia Tenggara lainnya.

Pusat Pendidikan Internasional: Catatan dari I-Tsing sangat penting karena menggambarkan Sriwijaya sebagai "tempat untuk para sarjana Buddha" atau "universitas Buddha" pada masanya. Biksu dari Tiongkok, India, dan negara lain datang untuk belajar di Sriwijaya. Dikatakan bahwa ribuan biksu dan pelajar tinggal di biara-biara di dekat ibu kota.

Peran Dharmakirti: Mahaguru Dharmakirti (hidup sekitar abad ke-11), seorang cendekiawan Buddha terkenal yang dihormati di Tibet dan Asia, diperkirakan pernah mengajar di Sriwijaya. Kehadirannya menunjukkan tingginya kualitas pendidikan Buddha di Sriwijaya.

Vajrayana/Tantrayana: Beberapa sejarawan berpendapat bahwa praktik Buddha Tantrayana mulai muncul di Sriwijaya, terlihat dari beberapa arca dan konsep keagamaan yang ditemukan setelahnya.

 

4. Bahasa Melayu Kuno dan Dampaknya

Lingua Franca: Bahasa Melayu Kuno yang digunakan dalam prasasti Sriwijaya bukan hanya sebagai bahasa resmi kerajaan, tetapi juga berfungsi sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di kalangan pedagang dari berbagai negara di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya.

Dasar Bahasa Indonesia: Peran Sriwijaya dalam penyebaran Bahasa Melayu Kuno merupakan fondasi utama bagi perkembangan Bahasa Melayu dan kemudian Bahasa Indonesia modern. Struktur dasar dan banyak kosakata Bahasa Indonesia dapat ditelusuri kembali ke Bahasa Melayu Kuno dari masa Sriwijaya.

 

5. Hubungan dengan Dinasti Sailendra dan Mataram Kuno

Ada teori yang mengaitkan Sriwijaya dengan Dinasti Sailendra, yang membangun Candi Borobudur di Jawa Tengah.

Ikatan Keluarga: Beberapa pakar berpendapat bahwa terdapat hubungan keluarga atau setidaknya kolaborasi politik antara penguasa Sriwijaya dan Dinasti Sailendra di Mataram Kuno. Prasasti Nalanda yang ada di India pada abad ke-9 menyebutkan Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sumatera/Sriwijaya) sebagai anak mantan raja dari Jawa (Dinasti Sailendra).

Perpindahan Kekuasaan: Diduga setelah kekuasaan Sailendra di Jawa melemah (mungkin karena tekanan dari Sanjaya), beberapa anggota mereka pindah ke Sriwijaya untuk memperkuat dominasi di wilayah tersebut. Ini dapat menjelaskan mengapa Sriwijaya terus berkuasa meskipun mengalami serangan dari Chola.

 

6. Teka-teki Pusat Kerajaan yang Masih Belum Dijawab

Walaupun banyak sejarawan percaya Palembang adalah pusat Sriwijaya, terdapat diskusi dan teori lain yang berkembang:

Jambi: Beberapa ahli menganggap bahwa Jambi (Muara Jambi) mungkin juga pernah menjadi pusat yang signifikan bagi Sriwijaya, terutama setelah Palembang mengalami penurunan, atau bahkan sebelum Palembang berdiri. Kompleks percandian Muara Jambi adalah situs Buddha dengan luas yang sangat besar.

Kedah/Semenanjung Melayu: Ada teori yang juga menyatakan bahwa Kedah di Semenanjung Melayu bisa jadi merupakan pusat awal dari Sriwijaya, meskipun jumlah bukti prasasti di tempat tersebut lebih sedikit dibandingkan yang ada di Palembang.

Teka-teki ini menambah pesona Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan kuno yang paling misterius sekaligus signifikan di Asia Tenggara.

mencerminkan kompleksitas dari peradaban maritim di masa lalu, yang tidak hanya mengumpulkan kekayaan melalui perdagangan, tetapi juga menyebarkan agama, bahasa, dan budaya yang membentuk identitas kawasan hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Lengkap Kerajaan Majapahit

Unduh sejarah lengkap kerajaan Majapahit disini! Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan yang paling besar dan kuat dalam sejarah N...